3 April 2012
Beberapa
waktu terakhir kota Lhokseumawe, kota dimana saya lahir dan dibesarkan sedang
berpesta ria. Saya yakin kawan-kawan semua juga sudah tau apa yang terjadi saat
ini sehingga begitu menghebohkan Lhokseumawe. Jalanan dipenuhi dengan berbagai
macam warna, simbol dan atribut-atribut lainnya mulai dari merah laksana darah
yang bertumpah ruah hingga biru cerah bak langit yang indah serta warna-warna
lain yang memang sedang marak-maraknya mengemis suara rakyat dijalanan.
Tulisan
saya kali ini bukan ingin mengupas tentang pengaruh warna-warna itu ataupun
simbol-simbol yang ada didalamnya namun saya ingin melukiskan sedikit gambaran
tentang pengemis suara yang beraksi dijalanan dan keterlibatan anak-anak kecil
yang sejatinya belum mengerti apa-apa.
Beberapa
waktu lalu ketika saya sedang berada disebuah angkutan umum dengan tujuan
pulang kerumah, saya sempat menyaksikan sendiri bagaimana mereka dengan gencar
mempromosikan diri layaknya sales yang menawarkan produk dengan gaya dan cara
yang beragam yang begitu meyakinkan. Namun ketika hampir semua masyarakat
memfokuskan diri untuk menyimak dengan khidmat apa yang sedang mereka jual
hingga mengitari jalanan layaknya pengemis yang mencari makan, tiba-tiba
perhatian saya buyar ketika saya melihat banyak anak-anak yang juga turut
terlibat padahal sejatinya mereka tidak tau menahu tentang dunia politik atau
mungkin saya yang terlalu lugu mengartikan kehadiran mereka disana ? entahlah…
Tapi
akhirnya saya hanya berpikir positif tentang hal itu, sejak hari itu tidak ada
lagi yang saya pikirkan karena menurut saya mungkin itu hanya kebetulan namun
saya salah ketika lagi-lagi saya melihat keterlibatan bocah kecil didalam hal
itu. Bahkan yang membuat saya geli adalah ketika seorang anak kira-kira usianya
8 tahunan berdiri di mobil terbuka memegang sebuah bendera mengelu-elukan foto
yang terpampang di bendera tersebut, anak itu berteriak tanpa henti memuja foto
di bendera itu. Mungkin bagi sebagian orang itu adalah hal biasa tapi tidak bagi
saya, didalam benak saya timbul berbagai pertanyaan dan saya bingung siapa yang
harus menjawabnya.
Anak
sekecil itu sebenarnya apa tujuannya melakukan itu ? bagaimana kalau dia jatuh
dari mobil itu ? siapa yang akan bertanggungjawab ? akankah pengemis suara itu
peduli ? kemana orangtuanya ? megapa anaknya dibiarkan melakukan itu ?
Miris
sekali bukan ! seharusnya diusia kecil itu mereka belajar menghabiskan waktu
untuk berkreasi bukan malah melakukan hal bodoh seperti itu. Well, jika alasan
mereka hanya iseng-iseng saya kira masih ada hal lain yang bisa dikatakan
iseng-iseng, atau mungkin mereka dapat fee setelah melakukan hal itu saya juga
yakin itu bukan alasan logis karena masih banyak hal lain yang lebih baik
dilakukan dan lebih sesuai untuk anak-anak seusia mereka. Ketika anak-anak itu
berteriak “pilih nomor ini, pilih nomor itu” apakah mereka tau dengan jelas apa
yang terlontar dari mulut kecil mereka ? apakah mereka yakin 100% apa yang
diucapkan mereka benar ? menurut saya orang dewasa saja belum sepenuhnya
mengerti tentang dunia politik bagaimana mereka yang usianya baru 8 tahun bisa
denga lantang meneriakkan kalimat demi kalimat itu.
Saya
tidak bermaksud menyinggung pihak manapun disini tapi saya hanya ingin membuka
mata kawan-kawan untuk lebih jelas melihat seperti apa dunia politik sekarang
hingga anak-anak lucu itu harus terjerumus. Seharusnya anak-anak itu mengisi
waktu luangnya untuk hal-hal positif ya g lebih bermanfaat untuk dirinya,
seharusnya anak-anak itu paling tidak tertawa bermain petak umpet tapi realita
dikota tercinta tidak sesuai asa.
Sebagai
seorang masyarakat yang mempunyai hak mengeluarkan aspirasi, saya hanya
berharap semoga kedepannya ada peraturan yang melarang keras keterlibatan
anak-anak didunia politik khususnya dalam pilkada apalagi jika harus sampai
menjadi pengemis suara untuk foro-foto itu. Buatlah peraturan yang jelas
tentang hal itu walaupun hal ini kecil tapi lihat dampaknya kelak !!!
Teruntuk
anda-anda yang namanya sedang digaungkan dan dielu-elukan di seantero kota, tolonglah
bersikap lebih bijak jangan mengiming-ngimingkan uang untuk mereka. Jangan
latih mereka menjadi budak uang ! jangan buat wajah-wajah polo situ
dikendalikan oleh uang ! jangan menghalalkan berbagai cara Pak ! bagaimana anda
akan memimpin negeri jika sebelum memimpin saja anda sudah memperlihatkan
kebodohan anda. Dan terakhir kepada adik-adik saya yang terlahir dan besar
didaerah yang sama dengan saya, semoga kalian bisa memahami peran kalian saat
ini. Jangan bersikap dewasa jika kesempatan menjadi anak-anak masih terbentang
luas.